Kasus Korupsi Dana Subsidi Trans Padang Berujung Penahanan Supervisor Audit Perumda PSM
Beritanda.net – Kasus dugaan korupsi pada Perusahaan Umum Daerah Padang Sejahtera Mandiri (Perumda PSM) yang tengah diurai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat, berujung penahanan terhadap oknum Supervisor Audit, Kamis (18/9).
Penyidik kejati langsung menahan TA (Teddy Alfonso), karena diduga kuat terlibat dalam kasus praktik penyimpangan dana subsidi operasional bus Trans Padang tahun anggaran 2021.
Dugaan menilep dana subsidi dari APBD Kota Padang senilai Rp18 miliar yang dialokasikan untuk pelayanan transportasi masyarakat, mendadak menjadi buah bibir publik lantaran kerugian negara ditaksir mencapai Rp3,6 miliar.
Kelalauannya,Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus menggiringi TA untuk menjalani pemeriksaan. Setelah berjam-jam diperiksa, penyidik akhirnya memastikan langkah hukum: TA ditetapkan sebagai tersangka untuk selanjutnya ditahan dalam durasi 20 hari ke depan di Rutan Negara Anak Air, Padang.
Keputusan penahanan TA menurut Kejati Sumbar bukan tanpa alasan. Dalam kasusu ini, penyidik melakukan penahanan berdasar Pasal 21 KUHAP, dengan pertimbangan:
Subjektif: TA dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau bahkan mengulangi tindak pidana. Objektif: Dugaan tindak pidana yang dilakukan memiliki ancaman pidana penjara minimal lima tahun.
“Bukti permulaan sudah cukup. Penahanan dilakukan agar proses hukum berjalan lancar dan tidak ada hambatan dari pihak tersangka,” tegas Kasi Penkum Kejati Sumbar, Mhd. Rasyid, SH., MH, dilansir dari Sumbar.bet, Kamis (18/9).
Kronologi pengungkapan Kasus dugaan korupsi ini, menurut Penyidik Kejati Sumbar, bermula sejak Maret 2021 tatkala Perumda PSM menerima alokasi subsidi sebesar Rp18 miliar.
Dana tersebut terbagi untuk dua pos: biaya operasional langsung armada Trans Padang, serta biaya operasional tak langsung seperti gaji pegawai.
Namun dalam praktiknya, TA yang kala itu berperan sebagai Supervisor Audit justru terlibat dalam penyusunan laporan keuangan yang menutupi penyimpangan dana.
Tidak hanya itu, laporan tersebut juga dijadikan syarat administratif untuk pencairan dana subsidi pada triwulan pertama dan kedua.
Ironisnya, peran sebagai pengawas yang seharusnya menjamin akuntabilitas, justru dimanfaatkan TA untuk memperlancar pencairan dana yang sudah bermasalah.
Atas jasanya itu, TA menerima pembayaran sebesar Rp514,7 juta dari Perumda PSM. Sebagian uang tersebut, sekitar Rp23,5 juta, kemudian dialirkan kepada PI, Direktur Utama Perumda PSM yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Dari hasil audit tujuan tertentu yang dilakukan auditor internal Kejati Sumbar, kerugian negara akibat praktik ini tidaklah kecil. Angka Rp3,6 miliar menjadi bukti betapa seriusnya dampak penyalahgunaan dana publik tersebut.
Uang yang seharusnya menopang kelancaran transportasi umum, justru raib akibat praktik korupsi berjamaah. Hal ini semakin menambah keprihatinan masyarakat, mengingat transportasi publik seperti Trans Padang sangat dibutuhkan warga sebagai moda mobilitas yang terjangkau.
Atas perbuatannya, penyidik menjerat TA dengan pasal berlapis:
Primair: Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20/2021 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2021 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Kedua pasal itu sama-sama mengandung ancaman berat, yakni pidana penjara lebih dari lima tahun serta denda yang tidak sedikit.
Kejati Sumbar menegaskan, kasus ini menjadi bukti bahwa pihaknya berkomitmen kuat memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Tidak ada jabatan, kedudukan, atau status yang bisa menghalangi proses hukum.
“Penegakan hukum tidak boleh pandang bulu. Kami pastikan, setiap orang yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi akan diproses sesuai aturan yang berlaku. Tidak ada yang kebal hukum,” tegas Rasyid.
Langkah ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, terutama masyarakat Kota Padang yang selama ini menggantungkan mobilitasnya pada layanan Trans Padang.
Publik berharap, penindakan hukum tidak berhenti pada tersangka yang sudah ditetapkan, melainkan terus dikembangkan agar jaringan penyalahgunaan dana bisa terungkap secara tuntas.
Kasus Teddy Alfonso dan PI memperlihatkan bahwa pengawasan internal yang seharusnya menjadi benteng terakhir transparansi, bisa runtuh jika integritas pejabat yang memegang peran penting dikompromikan. Ketika laporan keuangan dimanipulasi, bukan hanya angka yang dimanipulasi, tetapi juga kepercayaan publik yang ikut terkikis.
Dipastikan, kasus dugaan korupsi ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan dana publik adalah amanah besar, dan setiap pengkhianatan terhadap amanah itu pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan.
Sumber: Sumbar.net