Kabupaten Solok Heboh! Semua Pegawai Belum Terima Gaji. Sekda Medison Ngeles Gara-Gara DPRD
Beritanda – Kabupaten Solok heboh! Bukan karena prestasi yang luar biasa. tetapi cenderung akibat lalai dan lemahnya sistim tata kelola kepemerintahan, sehingga semua pegawai belum terima gaji bulan Mei 2925.
Sampai berita ini diturunkan, memekik saja yang tidak pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok sekarang ini, tetapi merungut iya. Malah kalau ditanya satu-satu, tak sedikit pula yang sudah menggerutok. Kecewa mereka.
Sudah tanggal 4 pula sekarang, tanda-tanda hilal gaji akan cair belum juga tampak. Padahal “upah” yang dinantikan saban bulan itu adalah hak dasar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, terutama agar bagaimana besok pagi keluarga mereka dapat mengkosumsi makanan bergizi.
Mengambil contoh ke daerah lain, rekening para ASN sudah berdentang. Di Pemkab Solok justru terjadi paradoks.
“Separuh dari umur saya menjadi pegawai di Kabupaten Solok, baru kini kejadian lambat menerima gaji,”kesal salah seorang ASN tidak bersedia jatidirinya ditulis.
Keterlambatan proses pencairan gaji para pegawai ini, boleh jadi potret buruknya kinerja pemeritahan Pemkab Solok. Dibawah kepemimpinan Jon Firman Pandu-Candra sebagai kepala daerah, mulai memicu anomali, karena pada saat yang sama, para pejabat-pejabat hebat itu, tetap seperti berlomba-lomba ke Jakarta. Alasan mereka memburu kue pembangunan. Antahlah..!
Setentang keterlambatan pembayaran gaji pegawai ini, Diskominfo Kabupaten Solok pada Minggu (4 Mei 2025) berusaha mengklarifikasi dengan mengeluarkan rilis pembelaan dari Sekretaris Daerah (Sekda) Medison, yang sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Kata Medison, gaji pegawai terlambat mengalir karena Aplikasi SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah) masih terkunci akibat proses revisi anggaran Pemerintah Kabupaten Solok masih belum selesai.Padahal kebijakan revisi anggaran adalah Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025.
Tentu, bila alasan Sekda ini benar, maka praktis managemen pemerintahan Kabupaten Solok lemah sekali. Ini potret sebuah kinerja birokrasi yang buruk.
Betapa tidak, menyikapi instruksi presiden saja birokrat senior itu sangat lemah, apalagi cuma mendengarkan instruksi Bupati. Padahal, keterlambatan penggajian ASN akan berdampak kepada kinerja pemerintahan.
Ini bukan sekadar soal administrasi, tetapi lebih tentang kepantasan dan keadilan. Lebih ekstrim, begini benar gambaran kepemerintahan Kabupaten Solok dibawah kepemimpinan JFP – Candra.
Atas kejadian ini, Sekda Medison berupaya ngeles dengan mengatakan persoalan ini disebabkan karena DPRD belum melakukan rasionalisasi perjalanan dinas termasuk di dalamnya belanja SPPD DPRD sebesar 50 %, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Edaran Mendagri Nomor : 900/843/SJ Tahun 2025.
“Sementara OPD lain sudah dilaksanakan rasionalisasi belanja perjalanan dinasnya sebesar 50 % sesuai dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025,”ujar Medison ngeles.
Menurutnya, persoalan keterlambatan gaji pegawai disebabkan karena pihak Sekretariat Dewan belum mengentri Perjalanan Dinas sebesar 50 %. Dirinya mengaku sudah menanyakan ke Sekwan, tetapi Pimpinan DPRD akan bertemu dulu dengan Bupati Solok, Senin (5 Mei 2025)
Dalam kapasitas sebagai Ketua TAPD, Sekda Medison menyebut sudah memerintahkan TAPD (Tim Anggaran Pengelola Keuangan) Kabupaten Solok untuk melakukan revisi dan rasionalisasi anggaran sesuai dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
“Tetapi Sekwan DPRD yang belum belum melaksanakan rasionalisasi sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Akibatnya pembayaran gaji ASN jadi tertunda,” jelasnya.
Dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengatur tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025, Instruksi ini konon ditujukan kepada seluruh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan berbagai pihak terkait untuk melakukan reviu dan penyesuaian anggaran belanja.
Seyogyanya para pemegang kekuasaan di daerah ini sudah mahfum bahwa Inpres ini mengatur pemangkasan belanja, terutama dalam hal belanja perjalanan dinas, kegiatan seremonial, dan kegiatan yang bersifat kurang produktif.
Ironisnya, dari jawaban Pimpinan DPRD akan menemui Bupati Solok dulu, itu menyiratkan akan adanya bargaining.Istilah pasarnya, tawar-menawar.
Dari narasi ini bisa disimpulkan kewibawaan Bupati Solok Jon Firman Pandu bisa disetel. Ini bukan soal komunikasi saja, tetapi lebih kepada ingin mendikte pimpinan daerah.
Siang-malam benar bedanya dengan Bupati Solok sebelum ini. Tak ada terdengar pimpinan DPRD berani lakukan bergaining atau menawar-nawar. Hampir semua anggota dewan mengunci mulut ketika bupati dulu telah bersikap. Ini artinya, soal ketegasan tidak selalu buruk untuk sebuah kemaslahatan.
Dalam konteks ini, Bupati JFP dan Wakil Bupati Candra mesti berani tegas. Tidak selalu harus hadir dengan gaya humanis. Menaikan nilai tawar perlu juga. Apalagi urusannya tentang efisiensi anggaran, perlakuan mesti sama. Ini masalah Instruksi Presiden dengan segala klausulnya. Jangan membangkang. Jangan ya?
Tetapi, jika negosiasi Bupati dengan pimpinan DPRD menghasilkan kesepakatan yang timpang, diyakini akan menjadi preseden buruk untuk menggerogoti kredibilitas kepemimpinan JFP–Candra.
Karena itu, persoalan ini adalah warning keras. Jika persoalan gaji ASN saja sudah tidak terurus, bagaimana hasilnya mengelola pembangunan Kabupaten Solok seluas dan se rumit ini.
Untuk bekerja, Bupati Solok butuh ASN, dan ASN itu butuh pula kepastian gaji, untung untung dapat perjalanan dinas, seperti kepala Dinas. Gaji ASN yang belum dibayarkan bukan sekadar masalah administrasi, tetapi lebih sebagai cermin dari amburadulnya manajemen pemerintahan.
Atas kenayatan menghebohkan ini, Bupati Solok perlu lakukan evaluasi TAPD. Bersihkan birokrasi dengan pola pikir konvensional, Asal Bapak Senang (ABS). Sekda dalam urusan ini, seyogyanya lebih memiliki wibawa atau posisition bergaining kata orang, sehingga lalu lintas keuangan daerah menjadi lancar. Jangan hanya menumpang biduk ke hilir, keluar daerah bupati, dia ikut pula.
Kalau Bupati dan Wakil Bupati Solok tidak pula berani melakukan evaluasi, ya, semua terserah kepadamu, ujar Broery dalam lagunya. Tetapi kelak, jangan salahkan kalau kepercayaan masyarakat terhadap Pemkab Solok akan minim.
(*)
.