Beritanda.net – Tegak sendiri ditepi Sungai Saniangbaka pascabencana, entah narasi apa yang melekat di memori lelaki berkumis tebal itu. Tanpa kawan atau pengawal, sedang matahari tegak lurus pula di kepala, tentu ia bukan sedang mencari sensasi atau tengah membangun pencitraan.
Ia terus saja menatap aliran air sungai Saniangbaka yang mengalir didiantara bebatuan yang bertebaran pasca banjir. Sesekali melempar pandangan ke arah hulu, menatap alat berat tengah bekerja membenahi badan sungai yang berubah alur.
Lelaki tinggi bersih itu, rupanya anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat dari fraksi PPP. Daswippetra Dt. Manjinjiang Alam Namanya. Orang Solok pasti mengenalnya. Ia seorang legislator yang telah malang-melintang menjadi wakil rakat mewakili Dapil Solok Raya.
“Saya meninjau kondisi nagari-nagari terdampak bencana Hidrometeorologi yang membawa banjir besar dan longsor tempo hari, ” ujar pak dewan itu ketika didekati, Sabtu (13/12/2025) di Saniangbaka.
Ia mengaku datang sendiri. Tidak membawa “ajudan” atau kawan, apalagi tim media dengan segala bentuk perangkat kamera untuk memproduksi konten-konten kepedulian nan humanis, seperti kebanyakan hobi pejabat yang wara-wiri di platform media sosial.
“Saya cuma mau menengok kondisi titik-titik bencana. Dari melihat langsung lokasi bekas bencana ini, saya menjadi tau apa yang mendesak harus di suarakan ke pemerintah,” jelasnya datar.
Dari obrolan di tepi sungai Saniangbaka itu pula, baru diketahui kalau ternyata sejak awal terjadi bencana akhir November 2025 lalu, Daswippetra Dt. Manjinjiang Alam rupanya telah bergerilya ke lokasi-lokasi terdampak banjir.
Ia menyebut, tidak hanya membantu warga yang terendam banjir di Selayo, Kota Solok dan Saniangbaka hingga Kecamatan Junjung Sirih. Ia juga membawa bantuan kebutuham harian, bahkan langsung mendrop tiga unit alat berat jenis ekscavator untuk pemulihan pasca bencana.
” Saya kerahkan alat berat untuk Munggu Tanah Selayo 2 unit excavator dan 1 unit di Saniangbaka,” ujarnya.
Nyaris tidak ada informasi tentang kepedulian anggora DPRD Provinsi Sumbar ini. Tidak ada publikasi sama sekali. Ia datang diam-diam. Mengirim alat berat dalam sunyi. Sebagai orang yang dibesarkan dilingkungan pertanian, ia melihat saluran air irigasi banyak yang tersumbat akibat tingginya sendimen lumpur, pasir dan kerekel yang menutup jaringan irigasi.
“Itu di Munggu tanah Selayo, yang paling merasakan dampak banjir adalan Kawasan persawhan Sawah Solok. Karena hulu irigasinya di Munggu Tanah, saya ingin jaringan irigasi Sawah Solok secepatnya pulih,”ungkapnya.
Dengan melihat kondisi yang memprihatinkan itu, tanpa koordinasi dan tidak banyak cakap dengan pejabat setempat, politisi partai PPP itu langsung mengirimkan 2 unit excavator untuk membaskan irigasi Sawah Solok dari tumpukan pasir dan lumpur dari hulu hingga ke hilir.
Berhari-hari alat berat bekerja keras memulihkan pengairan Sawah Solok, sama halnya dengan excavator yang bekerja di Saniangbaka. Terjun ke Sungai bebatuan untuk melancarkan badan Sungai.

Disisi lain, Daswippetra Dt. Manjinjiang Alam melihat dampak bencana banjir dan longsor di Kawasan Kabupaten Solok memang cukup parah. Mulai dari aliran Batang Gawan Selayo, sebarannya hingga ke Munggu Tanah, ke Kota Solok. Kemudian Sungai Saniangbaka, Sungai Muaro Pingai hingga Paninggahan di kecamatan Junjung Sirih.
Dampak bencana ini, kata Deswippetra, harus secepatnya dipulihkan. Ia tidak mau mengomentari penyebab terjadinya banjir yang membawa kayu gelondongan, tetapi lebih sebagai kuasa Tuhan Allah SWT sebagai peringatan untuk semua.
Namun yang menjadi pemikirannya, dalam hal pembenahan bantaran Sungai di Saniangbaka, yang persis berada di tepi jalan provinsi arah ke Muaro Pingai, ia memandang perlu koordinasi yang kuat antara pihak BSW Sungai dengan Bina Marga PUPR.
“Aliran Sungai ini kewenangannya BSW, sedangkan jalan tanggung jawab Bina Marga PUPR. Jadi masing-masing memiliki tangungjawab yang perlu disinergikan untuk penanggulangannya,” sebut anggota DPRD Provinsi Sumbar itu.
Setentang lahan bangunan antara tepi Sungai dan tepi jalan. Menurutnya Daswippetra itu merupakan Kawasan existing yang tidak boleh lagi bagunan baru. Karena itu, Masyarakat yang sebelumnya berada di bantaran Sungai dihimbau agar tidak mendirikan bangunan baru.
“Itu ada undang-undangnya. Tidak boleh mendirikan bangunan sekian meter dari tepi Sungai atau juga di tepi jalan umum. Pemerintah daerah harus tegas dalam mencegah munculnya bangunan baru,” ungkap Dt. Manjinjiang Alam.
Kala perbincangan putus diantara deru alat berat dan desiran air Sungai Saniangbaka yang jernih, Sebagian Masyarakat masih bekerja membersihkan lumpuh-lupur dan puing bekas banjir besar yang merusak rumah dan lingkungan mereka.
Dinagari Muaro Pingai, solidaritas mengkristal dengan semangat gotoroyong bersama anggota TNI yang datang melakukan pemulihan bencana. Lumpur setinggi 30 meter yang menumpuk di rumah-rupah pendudk, dihalau keluar dengan menggunakan alat manual.
Ditusalah dirasakan benar kepedulian dan partisipasi puluhan personal mobil Damkar, yang ternyata kerjanya tidak hanya sebagai pemadam kebakaran, tetapi juga mengusir lumpur dan pasir yang menumpuk di jalan umum hingga ke kamar pribadi.
(Tim)







